Grosir Pancing di Pasar Ngilir

BAGI masyarakat yang hobi memancing ikan pasti sudah tahu Jalan Layur. Di sepanjang jalan menuju arah Pelabuhan Tanjung Emas Semarang ini sejak zaman Belanda sudah terkenal sebagai pusat penjualan uba rampe alat-alat mancing.
Di kawasan yang dulu juga dikenal dengan sebutan Pasar Ngilir itu, hingga kini masih terdapat 15 toko grosir atau eceran yang menjual peralatan memancing. Mulai dari kail, benang pancing (senar), walesan (tongkat kail) sampai jaring ikan. Bahkan, tali penambat perahu juga dijual di tempat tersebut.
Para pedagang umumnya tidak menggunakan papan nama seperti layaknya toko di tepi jalan lain. Namun, jika melewati jalan ini orang dapat dengan mudah mengenalinya sebagai tempat penjualan peralatan memancing. Para pedagang biasanya menggantungkan beberapa buah kepis (tempat menyimpan ikan terbuat dari anyaman bambu atau plastik) di depan toko masing-masing. Di bagian lain beberapa puluh walesan (batang bambu Cina) disandarkan.
Jalan yang dulunya bernama Kop KKO Haroen Tahir ini sebagian besar memang belum berubah. Meski ada beberapa bangunan baru, sebagian besar bangunan kuno yang ada masih berdiri kokoh. Salah satu yang menjadi ciri khas wilayah ini adalah sebuah masjid kuno dengan menaranya yang menjulang tinggi di tepi Kali Semarang.

Menurut Ny Rusdiana (80), pemilik pertama toko alat pancing di Jalan Layur No 39, sejak zaman Belanda sudah terkenal sebagai pusat peralatan memancing. ''Toko pancing ini merupakan warisan dari kakek saya,'' kata wanita yang masih tampak bugar ini.
Ia mengaku tahu betul sejarah daerah ini, karena dia lahir dan dibesarkan di wilayah yang kini lebih sering dilanda rob tersebut. ''Jadi, saya lebih banyak tahu perkembangan daerah ini''.
Menurut dia, ketika masih kecil di Jl Layur belum ada orang lain yang menjual alat-alat pancing kecuali kakeknya, Go Ing Piauw. Setelah meninggal, usaha tersebut diteruskan oleh ayahnya, Go Tjieng Oen, sampai akhirnya pada generasi Ny Rusdiana. Jadi, usaha penjualan pancing ini sudah memasuki generasi ketiga.
''Saya tidak tahu pasti tahun berapa engkong mulai menjual peralatan pancing, tapi yang jelas sejak zaman Belanda sudah ada.''
Seiring dengan berjalannya waktu, kini makin banyak masyarakat khususnya pendatang yang membuka kios alat pancing di Jalan Layur. Bahkan, ada dua toko grosir yang membuka usaha di sana. Barang-barang yang dijual pun makin modern, bukan lagi walesan bambu, tetapi teruat dari plastik dan fiber glass banyak dijual di sana.
Selain itu, toko-toko di sini menjadi jujugan para pemancing atau pedagang alat pancing eceran. ''Biasanya pembeli dari sekitar Semarang dan Demak. Selain untuk digunakan sendiri ada yang kulakan di sini untuk dijual lagi di daerah lain,'' kata pemilik grosir.
Biasanya, dia mengambil dagangan dari perajin dan pabrik di Jakarta atau kota lain di Indonesia.
Hadi, warga Bonang, yang sering kulakan mengaku sudah sekitar sepuluh tahun mengambil dagangan di Jalan Layur. Alat yang paling laris adalah mata kail segala ukuran, kepis dan senar.
Predikat Jalan Layur sebagai pusat penjualan alat pancing ini semakin dikukuhkan dengan adanya Sanggar Walesan Pak Yono di Jalan Layur No 25. Di tempat ini, penggemar memancing bisa memesan segala jenis walesan. ''Tarifnya mulai Rp 125.000 hingga Rp 1.500.000,'' kata Suyono, pemilik sanggar yang menjalankan usahanya bersama anak lelakinya. Pemesan walesan tidak hanya dari Semarang, tetapi ada juga yang dari Surabaya dan Yogyakarta. (Arie Widiarto-45)
 
berita unik