KULIAH-nya seorang bunda

Bagi sebagian kita, ada yang beruntung bisa kuliah segera setelah tamat SMA, menikmati euprhoria jiwa remaja di bangku kuliah. Menghabiskan waktu dengan berkutat dengan semua tuntutan bangku kuliah yang akan heboh dengan tugas, kuis, jurnal dan laporan praktikum dan sebagainya. Dan sebagian lagi harus bekerja saat setelah SMA atau hanya mengambil D1, D2, atau D3 lalu bekerja. 

Saat sudah memasuki dunia kerja dan kesempatan kuliah s1 datang lagi seperti saya, rasanya luar biasa. Luar biasa karena saya tak muda lagi. saya sudah menikah dan memiliki seorang putri kecil. Apalagi jurusan yang saya geluti adaah jurusan yang mengharuskan menghabiskan hampir satu harian di kampus berkutat dengan praktikum dan jadwal kuliah yang padat. Kadang air mata mengalir tak jelas sebabnya.

Sebagai seorang ibu dan istri, jika kita kuliah s1terutama jurusan eksakta seperti dipaksa keluar dari zona nyaman. Kita yang biasa teratur, santai dan nyaman dengan suasana kondusif, harus belajar di keja-kejar, cepat dan penuh tekanan. Beda jika kita kuliah s2 yang bisa sedikit santai dengan jadwal yang tak terlalu padat. tak apalah itu pilihan yang sudah aku pilih.

Saat harus berangkat pagi, si kecil yang berumur 3 tahun berulah minta digendong, minta disuapi makannya, minta dimandikan dulu padahal di hari biasa ia tak pernah bermanja-manja ria berlebihan, rasanya sesuatu banget. Saat sedang kuliah tiba-tiba handphone berdering mengabarkan anak sakit, rasaya sesuatu banget. Saat sedang presentase tugas tiba-tiba teringat anak yang demam di rumah rasanya kacau balau saja. atau disaat-saat terakhir tugas dikumpul setelah di print, si kecil menumpahkan minuman atau makanan nya di sana hadeuuuhh kadang tawa saja obatnya.

kadang rasa cemburu suami yang kurang perhatian pun datang, cemburu kenapa istrinya lebih banyak memegang buku dan laptop serta gadget dari pada memeluknya. kenapa istrinya lebih banyak di kampus nyampe di rumah malah sudah kecapekkan sehingga kadang seperti tak ada waktu (maafkan). namun tak pernah ia berhenti mendukung istrinya. karena ia tau istrinya tak akan pernah bisa seperti ini tanpa izin dan dukungannya.

resah, bersalah kadang jadi rasa yang bertapa di hati ini. banyak yang menghujat banyak yang mencemooh walau tak sedikit yang mendukung. cemoohan karena dianggap sok lah inilah itulah, sampai telinga bebal saja rasanya. 

intinya sih, semua pilihan punya resiko dan yang terpenting adalah dukungan orang sekitar. seorang bunda yang baik tau mana prioritasnya. dan dukungansuami dan orang terdekat sangat dibutuhkan. toh suami adalah senjata terakhir istrinya saat lelah menghampiri di sela-sela kepadatan hari. 

tetap semangat (curhatan seorg bunda yang sdg kuliah S1 farmasi USU)
 
berita unik