Menyelingkuhi atau mengganggu bini orang, sudah menjadi menu sehari-hari, Ratijo, 50 tahun, warga Grobogan (Jateng). Tapi ketika kepergok ngeloni janda Watinah, 40 ahun, tetangga sendiri, masih juga merasa malu dia. Tak tahan rumahnya digruduk (diserbu) masa, Ratijo memilih menyelesaikan masalah itu dengan caranya sendiri. Dia ambil tali, lalu gantung diri salah satu kamar di rumahnya, hingga wasalam.Etika dan moral, selama ini hanya hanya menjadi penghias bibir bagi Ratijo yang tinggal di sebuah desa di Kecamatan Grobogan Kabupaten Purwodadi. Sudah tahu mengganggu bini orang, nggodain perawan atau janda lewat, adalah merupakan perbuatan dosa ditilik dari kacamata agama, mbelgedes bagi Ratijo. Asal ada kesempatan, dia selalu berulah. Apa lagi jika perempuannnya nanggapi, ya makin menjadi-jadi.
Nafsu Ratijo dalam bidang keperempuanan memang tinggi sekali. Apa lagi selama ini dia hidup menduda, sehingga setiap melihat makhluk lawan jenisnya lewat, matanya jadi liar macam kucing lihat ikan peda. Jika situasi dan kondisinya sangat kondusif, pasti diseragapnya hip. Bisa itu terjadi manasuka, tapi bisa pula dalam bentuk perkosaan. Untungnya, warga desa dan tetangganya masih bersabar, sehingga ulah Ratijo belum sampai berurusan dengan hukum.
Duda sialan ini sering disarankan tetangganya, agar menikah saja. Kalau tak ada biaya, warga sanggup membiayai, atau cari sponsor ke rokok Dunhill. Tapi Ratijo tak pernah berminat. Dia punya alasan, punya bini sama saja memelihara kambing, harus memberi rumput dan menyediakan kandang segala. “Jadi selagi masih ada sate, buat apa memelihara kambing segala?” begitu katanya.
Usaha warga untuk menyadarkan Ratijo mentoklah sudah. Tapi akibatnya, hampir tiap minggu korban baru berjatuhan. Kalau tidak mengganggu bini si A, ya mengganggu bini si B. Kabar terakhir mengatakan, Ratijo kini juga punya WIL di Semarang. Padahal wanita gendakan barunya tersebut masih meger-meger punya suami.
Nekadnya Ratijo sebagai petualang asmara, akhirnya kena batunya juga. Beberapa hari lalu dia tertangkap basah tengah menggauli janda dekat rumahnya. Dia kemudian dibawa ke balai desa, dipaksa segera menikahi. Tapi ternyata Ratijo hanya nggah-nggih ra kepanggih (janji dong). Warga pun rame-rame menyerbu rumah Ratijo sambil menggelar yel-yel: Ratijo jago demenan, hore, Ratijo jago demenan, hore!
Gerah juga saban hari diolok-olok warga sebagai tukang selingkuh dan mengganggu bini orang. Malu terus-terusan diledek warga, bahkan mulai dikucilkan dari pergaulan, Ratijo nekad menyelesaikan kasusnya dengan caranya sendiri. Dia lalu mengambil tali, gantung diri di kamar rumahnya. Esok paginya keluarga mendapatkan tubuh Ratijo tergantung dengan lidah terjulur, sementara air mani juga keluar dari sumber masalah dan persoalan.